Dering hape
terus berbunyi tak henti-hentinya menimbulkan kebisingan yang teramat, biarkan
saja toh tempat ini sepi hanya ada pepohonan, gedung yang tak mungkin bisa
protes, dan aku sendiri.
Aku menatap nama
yang tertera pada layar hapeku. Nama itu lagi. Aku hanya menatap datar pada
layar, lalu aku menekan tombol reject. Belasan panggilan tak terjawab.
Aku terus
melanjutkan lamunanku, aku nikmati angin yang berembus makin kencang dan dingin
dan Lalu lalang orang yang ingin segera sampai di rumah sebelum matahari
terbenam.
"Ternyata
kau di sini, aku sudah lama mencarimu..". Aku sangat mengenali suara itu.
Aku menoleh ke belakang. Di belakangku sudah ada senyuman dan tatapan mata yang
hangat yang sangat kukenali.
Dia mendekat
beberapa meter ke arahku. Aku terdiam, hanya menatapnya datar. Dia terus
tersenyum dan dia memang selalu begitu.
"Kamu
kemana saja?"
Aku diam
beberapa detik. "Maaf.." ucapku. Tapi aku tak berani menatap ke arah
matanya.
"Kenapa
meminta maaf?"
"Iya..
Maaf.. Maaf saja" aku masih tidak berani menatap matanya.
Kudengar dia
menghembuskan nafasnya.
"Aku tau,
kamu sudah sampai di titik kejenuhan kan?"
Aku kaget.
Kenapa dia bisa membaca pikiranku. Aku benci saat ada orang yang bisa membaca
pikiranku.
"Tapi bukan
kayak gini caranya.."
"Kayak gini
gimana?" aku mulai bersuara, perlahan aku menatap matanya.
"Menjauh
seperti ini.."
"Maafkan
aku.."
"Sudah aku
bilang tidak ada yang perlu dimaafkan"
"Iya aku
tau aku salah..."
Kami terdiam.
"Coba deh
kamu ingat, kita sudah melewati setengah tahap dari ini semua.. Apa kamu mau
menyerah sampai sini saja?"
"......."
"kumohon..jawablah.."
nada suaranya mendesak.
"Aku tidak
tahu.."
"Apa
susahnya memilih antara ya dan tidak?" suaranya mengecil. Dia mendekatkan
dirinya padaku.
"Aku tak
bisa memilih.."
"Waktu
terus berjalan.. Kalau kamu terus-terusan begini, waktu akan habis.."
"Iya aku
tau...aku sedang berusaha berpikir!"
Dia kaget
mengetahui nada suaraku yang meninggi.
"Aku minta
sama kamu,inget-inget lagi semuanya dari awal kita gimana, udah bisa ngelewatin
semuanya bareng-bareng, momen-momen berharga kita, ingat bagaimana awalnya kamu
bisa jatuh cinta sama aku, sama kita...."
Aku menatapnya,
aku berusaha menahan air mataku.
Aku mulai
mengingat detail-detail perjalanan ini, bagaimana aku memilihnya, bagaimana aku
jatuh cinta, bagaimana aku bahagia,momen-momen berharga meski ada beberapa
kesedihan.
Ya Tuhan apa aku
harus melepas semua ini atau aku harus melanjutkannya? Tapi kalau setengah hati
bagaimana?
"Apa
mungkin kamu sudah jatuh cinta sama yang lain?"
Aku menggeleng.
"Kamu yang
memilihku, aku yang pertama...apa kamu udah gak cinta sama aku?"
"Bukan
seperti itu.."
"Lalu?"
"Aku memang
jatuh cinta sama kamu,sama kita .. Tapi itu dulu... Saat ini aku kehilangan
rasa itu...."
Dia menunjukkan
ekspresi kaget.
"Maafkan
aku..." ucapku, tak terasa air mataku menetes.
"Tapi
alasannya apa? Apa karena setelah kita melewati setengah perjalanan, lalu kamu
sudah lelah untuk melanjutkan setengahnya lagi?"
Air mataku malah
makin menetes.
"Jangan
menangis.....semuanya pasti ada penyelesaiannya. Aku tidak ingin kamu menyerah
dan berhenti sampai di sini..."
"Aku akan
membantumu jatuh cinta lagi pada semuanya, padaku dan pada
kita..."lanjutnya.
Aku hanya
terdiam dan membiarkan Dia menaruh kepalaku di pundaknya.
2 komentar:
Tenang saja kawan, Tuhan sudah punya rencana lain. Jodoh sudah ada di tangan Allah. Nikmati saja seperti hari biasa dan berkarirlah sebanyak-banyaknya untuk meraih mimpi, mimpi yang telah kau buat di pohon impian :D
iya desay :) ini juga cuma fiksi kok hihi
Posting Komentar