Dear Diary,
Setelah 1
bulan.... setidaknya aku sudah (agak) ikhlas melepas Sakti. Ada yang bilang
'ketika kamu benar-benar menyayangi seseorang ketika ada orang lain yang
menyayanginya dan mencintai, maka dengan sepenuh hati kamu akan mendoakan
kebahagiannya..' Jadi intinya aku harus berbahagia atas kebahagiaan Sakti,
siapapun yang dipilih menjadi tambatan hatinya aku berdoa semoga Sakti bisa
bahagia bersama orang itu. Toh melihat Sakti bahagia juga merupakan
kebahagiaanku sebagai sahabat kan? Ya seperti apa yang sudah saling kami
ikrarkan dalam RaSa dulu, saling berabagi rasa apapun itu :')
Oh iya tadi siang
di kampus ada kejadian tak terduga loh. Aku sama Surya saling bicara satu sama
lain, ya walau sekedar basa-basi sih.
"Kasian
banget sih kecil-kecil bawa yang
berat-berat..." Surya tiba-tiba berbicara padaku waktu tak sengaja kami
berpapasan di koridor kampus.
Aku yang saat itu
lagi keberatan membawa setumpuk makalah kerjaan anak-anak menuju ruangan dosen
cuma bisa merungut kesal "Ngeledek aja sih kamu, bantuin kenapa?"
"Yeee dia
sewot,sini-sini aku bantuin..."
"Serius mau
bantuin?"
"Iyalah,
sini....keburu aku berubah pikiran nih..."
"Tuh kan gak
ikhlas berarti nolonginnya mah..." aku mulai memberikan setengah dari
tumpukan makalah itu pada Surya.
"Ikhlas kok
ikhlas..." Surya tersenyum lalu kami tertawa.
Kami pun berjalan
beriringan menuju ruangan dosen. Tiba-tiba saja keheningan yang tercipta
diantara kami berdua membuat jarak ke ruangan dosen terasa jauh, gak
nyampe-nyampe. Aku bingung harus memulai pembicaraan seperti apalagi untuk
memecah keheningan ini, sepertinya Sakti juga begitu.
"Eh kita mau
ke ruangan siapa sih?" Surya pun akhirnya memulai pembicaraan lagi.
"Itu
ruangannya Pak Dedi..."
"Oh kamu
diajar Pak Dedi toh, emang enak ya ngajarnya? Aku denger-denger beliau
killer.."
"Bukan killer
sih tapi lebih ke tegas, mungkin beliau keliatan serem efek dari kumis lebatnya
tuh..."
Celetukanku
ternyata mendapat respon Surya dengan tawa yang menjadi-jadi.
"Eh,
ketawanya biasa aja loh..." aku berusaha menahan tawa juga saat itu.
"Abis kamu
lucu sih ngomongnya gitu......". Entah kenapa tawa Surya siang itu seperti
udara segar yang bikin kesedihanku-yang belum sepenuhnya ilang ini jadi sedikit
berkurang.
"Surya
makasih ya..." saat itu kami sudah keluar dari ruangan Pak Dedi. Surya
tersenyum, kami pun berpisah di persimpangan koridor karena aku ada mata kuliah
lagi dan Surya katanya sih ada praktikum.
Diary, aku gak tau
ya kenapa aku ngerasa sedikit nyaman aja waktu jalan di samping Surya. Hatiku
seneng aja liat dia tersenyum tulus kaya gitu. Tapi gak tau kenapa, kalau liat
Surya aku jadi keinget Sakti lagi ya? Ya, Sakti dalam wujud,perawakan,dan sosok
yang berbeda pula. Tapi apa pantas aku menyamakan Sakti dengan Surya. Sekali
lagi, mereka kan baru mirip secara fisik saja, walaupun tadi aku menyadari
Surya sedikit humoris ternyata..aku kira dia lumayan pendiam, aku biasa melihat
wajah seriusnya saat kami ada kelas yang sama, aku biasa melihatnya sibuk
dengan buku-buku di perpustakaan, ternyata ada sisi lain ya dari sosok
seriusnya.
Haha, sepertinya
aku dapat sedikit angin segar hari ini...
Rara
0 komentar:
Posting Komentar