CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

17 Desember 2012

Masih terjebak


Aku menatapnya lemah dengan butiran air mata yang masih membasahi pipiku. Dia, lelaki yang sangat aku cintai, sangat aku kasihi. Sungguh aku tak ingin kehilangan dia sedetikpun.
Lelaki itu bernama Niko. Niko koma beberapa hari yang lalu karena kecelakaan . Aku takut dia gagar otak dan aku takut jika dia melupakanku. Ini sudah hampir seminggu ia tertidur dalam komanya,dan sudah seminggu pula mataku terus membengkak menangisinya.
Dia memang bukan kekasihku, kami hanya teman. Yah dia menganggapku teman baiknya, sahabatnya. Tapi aku mencintainya lebih dari sahabat.

****

Aku terbangun. Aku tersentak ketika kulihat Niko mulai bergerak di kasurnya. Niko berusaha membuka matanya, tatapannya lelah. Ia memandang lurus ke atap. Aku menangis, aku menggenggam kedua tangannya. Ia menatapku.
"Viaaaa.." suaranya lemah. Aku bersyukur dia masih mengingatku. Aku membalas dengan memanggil namanya.
"Niko...kamu sudah sadar? Niko aku senang sekali, cepat sembuh Nik..agar kita bisa bersama-sama lagi..".
Niko diam. Ia lalu berusaha meraih dan menggenggam tanganku. Dengan susah payah ia berkata,"Via, maafkan aku.."
"Maaf atas apa Nik? Tak ada yang perlu meminta maaf" aku kaget.
"Maaf karena aku tak memahami kamu, memahami hati dan perasaanmu"
"Apa maksudmu Nik?"
Niko tersenyum. Ia menghela nafas, tangannya semakin dingin dan wajahnya semakin pucat.
"Aku mencintaimu Vi... Aku mencintaimu lebih dari seorang sahabat.. Aku ingin kau selalu berada di sampingku, mendampingiku.. Maaf aku tak mengatakannya dari dulu, aku tak punya cukup keberanian untuk mengatakan ini ... Tapi sungguh Vi, kau adalah wanita yang sangat ku kasihi setelah ibuku..."
Aku kaget. Butiran air mataku semakin deras. Aku tak tahu harus berkata apa. Tapi inilah yang kunanti selama ini, ternyata dia merasa apa yang kurasa.
"Aku juga mencintaimu Nik.. Cepat sembuh, aku tak mau melewati hariku jika tak ada kamu"
Niko mengembangkan senyum ditengah pucat pasi wajahnya. Tiba-tiba ia memintaku untuk mendekat padanya. Tak kusangka ia mencium pipiku, lembut.
"Peluk aku Vi, aku merasa dingin....." bisiknya. Aku langsung memeluknya erat.
"Aku mencintaimu Via.....". Tak kusangka itu adalah kalimat terakhirnya, tiba-tiba tangannya tergeletak lemas. Ia tertidur dengan senyuman untuk selamanya. Aku tak kuasa menjerit menangis melihat hal itu.

***

Aku masih enggan untuk meninggalkan tempat ini. Tempat dimana Niko terbaring untuk selama-lamanya. Aku menatap batu nisan itu, mengelusnya pelan sambil terus membajiri wajahku dengan air mata. "Niko kau tega, kenapa kau tinggalkan aku? Bukankah kita saling mencintai? Bukankah kau ingin aku menjadi pendampingmu? Bangun Niko bangun! " aku terus menjerit dalam hatiku. Hatiku sesak. Aku tak berdaya, aku belum bisa menerima kepergian Niko yang terlalu cepat.

***

Ini hujan kelima di kampus setelah kepergian Niko. Aku menatap kosong pada butiran hujan yang membasahi pekarangan kampusku. Aku menghembuskan nafasku yang terasa berat. Terlalu banyak kenangan yang telah aku buat bersama Niko.
Tiba-tiba ada seseorang yang menepukku pelan. Ah dia!
"kau masih disini?" tanyanya.
"menurutmu?" aku mendengus kesal. Dia hanya tersenyum.
"mau sampai kapan kamu seperti ini Vi?"
"apa urusanmu?"
"jika kau murung dan bersedih, kasian Niko. Pasti disana dia juga sedih.."
Aku menoleh mendengar pernyataannya. Ia menatapku  dengan  tatapan hangatnya yang daridulu tak pernah berubah. Ia lalu memelukku, aku tak bisa menolak pelukannya.
"Terimakasih  Rio...." ucapku sambil membenamkan wajahku ke dadanya. Meski pelukannya tak sehangat Niko, tapi aku tak bisa mengelak jika pelukannya begitu hangat untuk jiwaku yang saat ini dingin.

***

Tak terasa sudah sebulan  sejak kematian Niko dan aku telah mengikhlaskan kepergiannya. Itu semua berkat Rio. Rio selalu menghiburku, ia berusaha keras agar tak sedetikpun aku bersedih mengingat kepergian Niko. Aku tau Rio memang pria yang baik, aku sudah cukup mengenalnya. Toh kita sudah berteman sejak SMA. Dan sebenernya Rio menyukaiku, ia pernah menyatakan perasannya saat di SMA dulu, tapi aku menolaknya. Aku kagum pada Rio, meskipun aku menolak pernyataan cintanya, ia tidak lantas membenciku ataupun menjauhi, yang terjadi adalah dia makin perhatian denganku.
Apalagi semenjak Niko pergi, perhatiannya sungguh membuatku nyaman. Apakah mungkin aku mulai menyukai Rio?

***

Hari ini hari ulang tahunku yang ke-20. Rio menjanjikanku sebuah kejutan. Aku tak tau apa itu, dia tak mau mengatakannya, ia hanya mengatakan agar aku bersiap-siap pukul 5 sore , karena ia akan menjemputku.

"Sudah siap untuk kejutannya..?" Rio tersenyum. Jujur, malam ini dia tampak tampan dengan setelan kemeja birunya.
"Tentu saja.." sahutku membalas senyumnya. Aku menatap matanya, dan tanpa sadar aku mulai menyukainya, mata coklat almondnya menyiratkan kehangatan.
"Ini untukmu...." Aku kaget menerima sebuket mawar merah darinya.
"mawar merah yang cantik, secantik dirimu Via....". Pipiku bersemu merah. Ah, Rio memang pandai membuatku tersenyum.

***

Ternyata Rio mengajakku ke bukit bintang. Bukit bintang selalu saja menawarkan keindahan langitnya. Aku suka melihat gemerlap bintang yang bertebaran di antara hitamnya langit malam.Tempat ini selalu saja membawa kenangan indah, tempat ini adalah tempat kesukaanku dan Niko. Langit yang sama, bintang yang sama, namun kali ini dengan orang yang berbeda. Aku tersenyum getir mengingat itu semua.
"Kamu suka?" tanya Rio mebuyarkan lamunanku.
"Tentu saja, terimakasih ya.. Aku sudah lama tidak kemari"
"Syukurlah kalau kamu suka.."
"Iya, aku suka gemerlap bintang itu"
"Ya, gemerlap bintang memang indah Vi....seperti dirimu" . Aku menatap ke arah Rio. Ia tersenyum dengan pandangan yang masih menatap indahnya langit.
Rio menoleh, menatapku lembut.
"Sampai saat ini perasaanku tidak pernah berubah ataupun berkurang Vi"
"Perasaan apa?"
"Perasaanku kepadamu"
Aku terdiam. Aku tak tau harus mengatakan apa. Tapi aku tak ingin Rio menunggu tanggapanku terlalu lama.
"kenapa ri? Kenapa kau mengatakan hal itu?"
Tiba-tiba Rio memelukku dengan pelukannya yang  tak pernah bisa aku tolak.
"Karena aku mencintaimu Vi..Aku ingin kau selalu berada di sampingku, mendampingiku..ketahuilah Vi.. kau adalah wanita yang sangat ku kasihi setelah ibuku..."
Tak terasa air mataku tumpah. Kata-katanya persis dengan apa yang dikatakan oleh Niko. Jangan-jangan pria yang saat ini memelukku adalah Niko, bukan Rio.
"kenapa kau menangis?"
"kamu jahat Niko!" . Pria itu, yang mengaku dirinya sebagai Rio melepaskan pelukannya.

"Apa maksudmu Vi? Aku bukan Niko"
"Bohong kau pasti Niko!"
"Vi kamu kenapa sadar Vi sadar!" Pria itu mengguncang tubuhku pelan. Aku menatapnya dan melihat sosoknya sebagai Niko. Aku memeluk pria yang saat ini di depanku, yang kuyakini dia adalah Niko.
"Aku sudah tau, kau pasti tidak benar-benar meninggalkanku Nik.. Aku tau. Aku juga mencintaimu dan tetap akan mencintaimu.." nafasku memburu, tangisku tak terbendung lagi.

Aku memeluk pria itu makin lekat. Ia tak bergeming sama sekali. Aku terus membenamkan wajahku, ia diam dan menunggu tangisku reda. Pria itu melepas pelukanku, ia menatapku lalu dengan sapu tangan ia melap air mataku. Seketika   wajah pria itu buka Niko lagi melainkan Rio. Aku kaget. Rio menatapku berusaha menyunggingkan senyum yang aku tahu ia paksakan.

"Aku tahu Vi sampai kapanpun aku gak akan bisa menggantikan posisinya"
"Aku tahu Vi kamu sangat mencintai dia kan? Sampai saat ini kamu masih dan akan tetap mencintainya kan?"
Aku terdiam. "maafkan aku Rio..."
Rio membuang mukanya. Ia menatap ke langit sambil mendesahkan nafasnya.
"Aku tahu sebesar apapun usahaku akan tetap susah meluluhkan hatimu. Akan sulit menggantikan posisi Niko yang telah terukir dalam hatimu..."
"maafkan aku, mungkin aku terlalu cepat mengatakan semua ini. Maafkan aku yang mungkin telah membawamu ke dalam ingatan masa lalumu..."

Aku menatapnya pelan. Aku merasa bersalah padanya.

"Maafkan aku Ri, kamu memang benar aku belum melupakannya, dan memang benar jika perasaanku belum berubah sejak dia pergi.."

Salahkah jika masih terjebak dalam nostalgia-ku? Mungkin yang aku butuhkan saat ini adalah kesendirian... Aku sungguh ingin menikmati dan mengenang masa-masa bersamanya.

0 komentar:

Posting Komentar